Wednesday, December 02, 2009

Ayat-Ayat Cinta

Diari Maria

Sabtu, 10 Ogos 2002 pukul 23.15

Pulang dari restoran Cleopatra kugoreskan pena ini. Sebab aku tidak boleh mengungkapkan gelora perasaanku secara tuntas kecuali dengan menorehkannya dalam diari ini.

Akhirnya keraguanku padanya hilang, berganti dengan keyakinan. Selama ini aku ragu apakah dia boleh bersikap romantik. Sebab selama bertemu atau berbicara dengannya dia sama sekali tidak pernah berkata yang manis-manis. Selalu biasa, datar dan wajar. Dia selalu tampak serius meskipun setiap kali aku tersenyum padanya, dia juga membalas dengan senyum sewajarnya.

Tapi malam ini, apa yang dia lakukan membuat hatiku benar-benar sesak oleh rasa cinta dan bangga padanya. Dia sangat prihatin dan suka membuat kejutan. Kali ini yang mendapat kejutan indah darinya adalah Mama dan Yousef. Mereka berdua mendapat hadiah ulang tahun darinya. Meskipun diatasnamakan seluruh anggota rumahnya tapi aku yakin dialah yang merancangkan semuanya. Dia ternyata sangat romantik. Tak perlu banyak berkata-kata dan terus dengan perbuatan nyata.

Fahri, aku benar-benar tertawan olehmu. Tapi apakah kau tahu yang terjadi pada diriku? Apakah kau tahu aku mencintaimu? Aku malu untuk mengungkapkan semua ini padamu...

Minggu, 11 Ogos 2002 pukul 22.00

Aku sangat cemas memikirkan dia. Dia tergeletak. Keningnya panas. Kata Mama terkena heat stroke. Kata teman-temannya dia seharian melakukan kegiatan yang melelahkan di tengah musim panas yang sedang menggila.

Oh, kekasihku sakit

Aku menjenguknya

Wajahnya pucat

Aku jadi sakit dan pucat

Kerana memikirkan dirinya

Aku semakin tahu siapa dia. Untuk pertama kalinya aku tadi masuk ke biliknya ikut Mama dan Ayah menjenguknya. Dia seorang pemuda yang giat, bekerja keras, dan memiliki rancangan ke depan yang matang. Aku masih ingat dia menyebut perkataan bertenaga Thomas Carlyle: "Seseorang dengan tujuan yang jelas akan membuat kemajuan walaupun melewati jalan yang sukar. Seseorang yang tanpa tujuan, tidak akan membuat kemajuan walaupun ia berada di jalan yang mulus!"

Aku merasa tidak salah mencintai dia. Aku ingin hidup bersamanya. Melalui masa depan bersama dan membesarkan anak-anak bersama. Membangun peradaban bersama. Oh Fahri, apakah kau mendengar suara-suara cinta yang bergemuruh dalam hatiku?

Minggu, 18 Ogos 2002, pukul 17.30

Seolah-olah akulah yang sakit, bukan dia. Tuhan, jangan kau panggil dia. Aku ingin dia mendengar dan tahu bahwa aku sangat mencintainya.

Dia tergeletak tanpa daya berselimut kain putih. Kata Saiful pukul dua setengah pagi dia sedar tapi tak lama. Lalu kembali tak sedarkan diri sampai aku datang menjenguknya pukul tujuh setengah pagi tadi. Kulihat Saiful pucat. Ia belum tidur dan belum makan. Kuminta dia keluar mencari makan. Aku mengantikan Saiful menjaganya. Aku tak kuasa menahan sedih dan airmataku. Dia terus mengigau dengan bibir bergetar membaca ayat-ayat suci. Wajahnya pucat. Airmatanya meleleh . Mungkin dia merasakan sakit yang tiada terkira.

Aku tak kuasa menahan rasa sedih yang berselimut rasa cinta dan sayang padanya. Kupegang tangannya dan kuciumi. Kupegang keningnya yang hangat. Aku takut sekali kalau dia mati. Aku tidak mau dia mati. Aku tak boleh menahan diriku untuk tidak menciumnya. Pagi itu untuk pertama kali aku mencium seorang lelaki. Iaitu Fahri. Aku takut dia mati. Kuciumi wajahnya. Kedua pipinya. Dan bibirnya yang wangi. Aku tak mungkin melupakan kejadian itu. Kalau dia sedar mungkin dia akan marah sekali padaku. Tapi aku takut dia mati. Saat menciumnya aku katakan padanya bahwa aku sangat mencintainya. Tapi dia tak juga sadar. Tak juga menjawab.

Pukul lapan dia bangun dan dia kelihatan terkejut melihat aku berada di sisinya. Aku ingin mengatakan aku cinta padanya. Tapi entah kenapa melihat sorot matanya yang bening aku tidak berani mengatakannya. Tenggorokanku tersekat. Mulutku terkunci, hanya hati yang berbicara tanpa suara. Tapi aku berjanji akan mencari waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya padanya. Aku ingin menikah dengannya. Dan aku akan mengikuti semua keinginannya. Aku sangat mencintainya seperti seorang penyembah mencintai yang disembahnya. Memang memendam rasa cinta sangat menyiksa tapi sangat mengasyikkan. Love is a sweet torment!

Jumaat, 4 Oktober 2002, pukul 23.25

Aku masih sangat keletihan baru pulang dari Hurgada.

Baru setengah jam meletakkan badan di atas katil aku mendapatkan berita yang meremukredamkan seluruh jiwa raga. Fahri telah menikah dengan Aisha, seorang gadis Turki satu minggu yang lalu. Aku merasa dunia telah gelap. Dan hidupku tiada lagi berguna. Harapan dan impianku semua lenyap. Aku kecewa pada diriku sendiri. Aku kecewa pada hari-hari yang telah kujalani.

Andaikan waktu bisa diputar mundur aku akan mengungkapkan semua perasaan cintaku padanya dan mengajaknya menikah sebelum dia bertemu Aisha. Aku merasa ingin mati saja. Tak ada gunanya hidup tanpa didampingi seorang yang sangat kucintai dan kusayangi. Aku ingin mati saja. Aku ingin mati saja. Aku rasa aku tiada boleh hidup tanpa kekuatan cinta. Aku akan menunggunya di syurga.


1 comment:

cat said...

love the story..