



Tiba-tiba hatinya dipintali kesayuan. Di mana Siti Nurhidayah? Di mana Izwan? Di mana Nuryani Iman? Sudah berpuluh tahun berpisah. Pungguk itu adalah dirinya, rindu si pungguk adalah rindunya, derita si pungguk adalah penderitaan dirinya. Ingatannya kepada Izwan, kepada Nuryani Iman, kepada Siti Nurhidayah tidak pernah luak, tidak pernah bertukar seperti rambutnya yang sudah memutih, tidak pernah bertukar seperti kulitnya yang berpintalan dengan seribu kedutan.
Angin malam terus bertiup, terlalu dingin, membawa bersama-sama bau cempaka dan melur di halaman. Pak Itam terasa segar. Terasa semakin syahdu, kesepian malam ini kian mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Terasa dirinya kian mengecil, rumput-rampai, daun-daunan, walaupun ditiup angin, tetapi tetap menunduk, sujud kepada Tuhan, berzikir dan bertasbih. Bukankah Tuhan jadikan manusia, para malaikat, jin dan makhluk seisi alam ini supaya sujud kepada-Nya?
(fragmen cerpen "Memori Seorang Tua" tulisan Zahari Affandi.)
2 comments:
sayu..
koleksi cerpen Zahari Affandi memang banyak yg melankolik.
Post a Comment