Wednesday, June 17, 2009

Fragmen Cerpen "Haslina" (II)

Nota : Cerpen tentang angin, kolam, bulan.. juga tentang hilang dan kehilangan, "Haslina" adalah tulisan Sasterawan Negara Datuk Usman Awang.

Tak kenal maka tak cinta, tak diduga takkan nyata.

Ternyata sungguh lainnya sangkaan saya. Berdosa rasanya saya menganggap begitu kepada orang yang begitu baik dab berbudi. Saya dekati Haslina dan saya selami jiwanya. Sudahlah saya ukur dalam dangkalnya dan sudahlah saya ajuk hati budinya.

Kenallah saya, siapa Haslina.

Dia gadis baik hati, baik budi, dan tidak pula membesar-besarkan diri. Salahlah sangkaan saya, silap kiranya dugaan semula. Tidak begitu dirinya, tidak tinggi hatinya, malah sungguh mulia dan terpuji, bersih dan murni.

"Sudah lama saya melihatmu, Has. Selalu benar adik di kolam. Barangkali di sini bagus benar tempatnya. Bolehkah kalau saya menemanimu selalu?"

Pantas dia menjawab:
"Anak teruna yang baik hati, hamba ini bukanlah dewi. Nanti menyesal mendekati hamba. Hamba orang tidak berbangsa, hamba malu dengan teruna kerana hamba sudahlah hina."

"Ah, mengapa kita berkelok kata, mengapa kita berusul-usul bangsa, kalau kita memang serasa? Hamba pun bukan turunan raja, hamba juga orang hina, malah lebih hina daripada Haslina."

"Ah, mengapa tuan berkata begitu?"

"Kerana kita memang serasa. Hamba anak kampung juga. Hamba pun yatim juga. Hamba pun lebih miskin dan lebih hina.. "

Akhirnya kami bersama-sama juga. Malam bulan bertambah terang. Dan kolamnya tambah cantik dan indah. Teratai bertambah bunganya. Daun-daun kayu kelihatan segar dan di sana sini terdengar deruan angin membelai kami - lalu daripada segala itu tersusunlah satu simfoni kasih yang sungguh-sungguh indah.

Hanya seminggu saya berkenalan dengan Haslina.

Hanya seminggu lamanya saya bersama-sama dengannya - setiap malam - duduk di tepi kolam. Bulan semakin lama semakin tua juga. Semakin lama dia mengambang semakin jauh tengah malam. Dan akhirnya bulan mengambang pada waktu dinihari. Nyanyi pungguk sayup-sayup terdengar dan berayun-ayun dibuai angin malam - malam yang panjang.

Malam yang kedelapan saya datangi kolam. Haslina tiada di sana. Biasanya dialah yang menunggu saya, dialah yang lebih dulu sampai dan saya akan mengusiknya dengan membalinginya bunga-bunga kecil.

Tetapi malam itu Haslina tidak ada.

Bulan tidak ada.

Angin tidak membelai rasa. Daun-daun tidak lagi menari-nari.

Dan kembang teratai kesayangannya tidak ada lagi - sudah pergi.

Semuanya seakan-akan mati.

No comments: