Monday, November 23, 2009

Bintang Yang Menunjuk Arah

Saya sebenarnya sedang melihat bintang dari satu sudut yang jarang sekali dapat disaksikan oleh orang banyak. Tidak seperti waktu kecil saya mengira berapa banyak bintang di langit yang kadang kala nampak bersegi-segi.

O, saya selalu asyik dengan keindahan langit malam seperti padang yang terbentang, dengan beralaskan lengan ayah. Kami berbaring di taman kecil belakang rumah dan menatap langit yang lapang. Saat itu, bintang atau bulan yang digantung akan menjadi pemandangan yang begitu mengesankan. Bintang atau bulan menjadi sahabat, seraya mendengar cerita saya dan ayah tentang impian. Ya, ayah mengajar saya untuk selalu berani bermimpi dan punya impian sendiri. Kata ayah, dengan impian itu akan membuat saya menjadi manusia yang mempunyai arah dalam hidup. Begini kata ayah, “anakku, lihatlah bintang yang paling cantik kerdipannya itu. Bukankah ia seperti menunjuk arah, satu arah yang harus kau tuju,” seraya menuding ke langit lepas. Dan saya mencari-cari bintang yang satu itu.

Melihat bintang ketika itu samalah seperti saya melihat cinta sekarang. Ya, beginilah, mahu saya beritahu sebuah narasi tentang bintang. Bintang adalah cinta. Dan cinta adalah sesuatu yang bersukma. Ya, cinta adalah cerita nan bersukma. Begitulah yang pernah saya baca saat mengembara di sebuah kota besar di Pulau Seribu Pura. Cinta dan suara itu terus berdendang di sepanjang susur jalan. Kemudian ia memasuki setiap lorong kecil yang ada dan semua lawang toko yang saya lewati. Cerita nan bersukma itu terus bergentayangan dan saya berusaha mahu mencapai dan mendakapnya. Kerana apa? Begitu seperti kata ayah, ia menunjuk suatu arah. Dan saya masih terus mencari arah itu...


1 comment:

Anonymous said...

Masih mencari arah cinta?